lp2m.or.id, Padang-Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat menyelenggarakan Konsultasi Publik Rencana Aksi Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (RAD PPA) sebagai upaya memperkuat komitmen lintas sektor dalam pencegahan perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kegiatan ini dihadiri oleh 121 peserta yang terdiri dari unsur OPD, camat, wali nagari, lembaga agama, tokoh adat, akademisi, serta organisasi masyarakat.
Pembukaan dan Sambutan Resmi
 Kegiatan dibuka secara resmi oleh Bupati Padang Pariaman, yang menekankan bahwa forum ini harus menghasilkan aksi nyata di tingkat nagari, bukan sekadar seremonial. Dalam sambutannya, Bupati menegaskan bahwa anak usia 19 tahun masih dikategorikan sebagai anak, sehingga perkawinan pada usia tersebut harus dicegah. Bupati juga mengimbau camat, wali nagari, dan alim ulama untuk aktif menyuarakan      bahaya perkawinan anak dalam setiap kesempatan.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Bupati Padang Pariaman, yang menekankan bahwa forum ini harus menghasilkan aksi nyata di tingkat nagari, bukan sekadar seremonial. Dalam sambutannya, Bupati menegaskan bahwa anak usia 19 tahun masih dikategorikan sebagai anak, sehingga perkawinan pada usia tersebut harus dicegah. Bupati juga mengimbau camat, wali nagari, dan alim ulama untuk aktif menyuarakan      bahaya perkawinan anak dalam setiap kesempatan.
“Perkawinan anak dapat merusak masa depan generasi dan ketahanan keluarga. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus menjadi tanggung jawab bersama,” tegas Bupati.
Setelah sambutan, dilakukan penandatanganan berita acara dan komitmen bersama oleh Bupati, Kepala Forkopimda, dan pihak terkait.
Pemaparan Materi
Kegiatan ini menghadirkan beberapa pemateri dari berbagai bidang untuk memberikan perspektif menyeluruh terkait isu perkawinan anak dan perlindungan perempuan.

Pemateri I – dr. Herlin
dr. Herlin menyoroti dampak perkawinan anak di Sumatera Barat, mulai dari tingginya angka kekerasan, perceraian, hingga stunting. Beberapa poin penting yang disampaikan antara lain:
- 
Banyak anak menikah melalui perkawinan siri tanpa legalitas, sehingga kehilangan hak administratif dan layanan dasar. 
- 
Angka perceraian tertinggi di Sumatera Barat terjadi di Kota Padang, mayoritas diajukan oleh perempuan. 
- 
Indeks Pembangunan Keluarga (I-Bangga) di Padang Pariaman berada di peringkat dua dari bawah, menilai kemandirian, kebahagiaan, dan keterlibatan sosial keluarga. 
- 
Angka stunting di Padang Pariaman mencapai 26,6%, lebih tinggi dari rata-rata nasional 19,8%. 
- 
Kekerasan terhadap anak masih tinggi: 1 dari 2 anak mengalami kekerasan, dan 9 dari 100 anak mengalami kekerasan seksual. Anak perempuan di pedesaan memiliki risiko tiga kali lebih besar menikah di bawah usia 18 tahun, terutama dari keluarga dengan ekonomi rendah. 
Rekomendasi dr. Herlin:
- 
Edukasi keluarga dan lingkungan secara berjenjang. 
- 
Sekolah dan lembaga agama perlu membicarakan bahaya perkawinan anak. 
- 
Mengawal implementasi Perma No. 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin. 
- 
Kampanye perlindungan anak secara konsisten. 
Pemateri II – Dr. Jendrius (Dekan FISIP Unand)
Dr. Jendrius memberikan catatan kritis terhadap RAD PPA, di antaranya:
- 
Tujuan RAD harus selaras dengan visi daerah dan melibatkan semua pemangku kepentingan. 
- 
Intervensi perlu mencakup anak laki-laki, bukan hanya perempuan, serta menciptakan ruang aman agar mereka tidak menjadi pelaku kekerasan. 
- 
Budaya Minang sendiri tidak mendorong perkawinan anak; peran perempuan sangat penting sebagai penerus keturunan. 
- 
Pentingnya pemetaan kasus berdasarkan nagari dan kecamatan, serta pilot project nagari untuk pencegahan perkawinan anak. 
- 
Pemerintah perlu memahami beragam bentuk keluarga, termasuk yang tidak ideal. 
Paparan Lain
- 
Ns. Edralina, S.Kep., MM menyoroti isu nasional dan dampak perkawinan anak, termasuk peningkatan angka kematian ibu, kegagalan pendidikan, dan kekerasan dalam rumah tangga. 
- 
Zuinna Marlius, SKM., M.Kes (Bapelitbangda) menekankan perlunya integrasi isu pencegahan perkawinan anak ke dalam dokumen perencanaan daerah karena dampaknya multidimensi terhadap stunting dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 
Ramadhaniati (Fasilitator) menekankan perlunya pendekatan holistik, komprehensif, dan terpadu dalam penanganan perkawinan anak, termasuk layanan kesehatan reproduksi ramah anak di puskesmas, sekolah, dan masyarakat.
Penutup
Kegiatan ini ditutup dengan pengumpulan masukan dari peserta untuk menyempurnakan draf RAD yang telah disusun oleh Forum Multi Stakeholder (FMS). Forum ini menjadi bukti nyata sinergi pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan akademisi dalam melindungi anak-anak Padang Pariaman dari praktik perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
 
			



