lp2m.or.id, Padang Pariaman – Awal aku mengikuti Sekolah Perempuan Akar Rumput (SPAR), Ibu Yen meminta aku membuatkan peta dan analisa label. Sebelumnya aku bertanya dulu pada bu Yen, buat apa peta ini, dan dia menjelaskan, penjelasan yang menurutku sangat memuaskan, bahkan aku tertarik untuk mengikuti SPAR, akupun membicarakannya pada suamiku, suamiku mengizinkannya, hatiku pun merasa senang, karena aku sangat menginginkan ilmu.
Pada minggu ke-2 nya, mempelajari tentang keuangan dan membuat PR di rumah, sebelumnya aku tidak pernah membuat pembukuan karena uang yang dihasilkan oleh suami saya hanya dapat sore habis sorenya lagi, dan aku hanya membuat tabungan anak-anak di sekolah mereka, setelah membuat PR rumah aku sadar bahwa tidak ada yang tersisa kecuali uang tabungan anak-anak, jadi aku merasa tidak ada perubahan dalam keuangan rumah tangga saya, tapi aku sebelumnya belum pernah membuat pembukuan, sekarang aku sudah bisa membuat pembukuan/manajemen keuangan keluarga.
Pada minggu ke-3 nya mempelajari tentang pengelolaan dan pengembangan jiwa kewirausahaan. Di sini dulunya aku berjualan dirumah (lapau) barang harian dan kopi, sebenarnya aku itu dulunya bisa mengembangkan warung waktu itu dan akupun mendapatkan untung yang lumayan karena aku menyelingi dengan masakan saya sendiri seperti gorengan, ketupat, bahkan kue-kue kecil. Tapi sayangnya orang-orang kampung sering ngutang, bahkan sulit mereka untuk membayar, sebelumnya saya berpendapatan yang lumayan, tapi setelah itu sampai saya tidak mau jualan lagi karena modal tertimbun oleh orang yang ngutang, sampai sekarang orang-orang itu masih ada utangnya yang belum bayar. Sayapun mengikhlaskannya, saya sangat pengin buka usaha lagi, tapi bagaimana caranya agar masyarakat tidak mau utang lagi, jadi kamipun sama-sama mendapatkan keuntungan.
Pada minggu ke-4 tentang globalisasi ekonomi. Menurut saya globalisasi ekonomi sekarang sangat memprihatinkan, karena kurangnya lapangan kerja bagi masyarakat dikarenakan kurangnya kesadaran bagi masyarakat itu sendiri sehingga banyaklah pengangguran. Hidup di kampung sangat banyak lapangan kerja, seperti pengelolaan lahan dan sawah, hanya saja cara mengerjakannya belum bisa sebaik mungkin, hingga banyaklah kerugian yang dialami oleh masyarakat.
Pada minggu ke-5 tentang komunikasi dalam keluarga. Sebelumnya saya belum menyadari cara berkomunikasi dalam keluarga. Saya sering memarahi anak-anak dengan kasar apabila mereka melakukan kesalahan seperti menghardik, sampai saya memukuli dengan lidi pada kaki mereka, tapi setelah saya mengikuti SPAR, saya tidak memarahi secara kasar, tapi saya menasehati dan mendekati mereka dengan kasih sayang. Saya melihat mereka sekarang ini sangat banyak sekali perubahan yang mereka alami, bahkan tanpa disuruh pun mereka melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan, bahkan pekerjaan sekolahnya, kecuali dia tidak mengerti, maka dia kan bertanya pada saya. Itupun terjadi pada ayah.
Pada minggu ke-6 tentang gender. Sebenarnya didalam hampir semua yang mengalami tentang gender. Tapi masyarakat itu sendiri tidak memahami tentang gender ini, walaupun begitu, tapi masyarakat merasakan. Di sanalah terjadinya kriminal yang tidak terduga, karena mereka tidak berkomunikasi / kurangnya komunikasi dalam keluarga.
Pada minggu ke-7 tentang perempuan penggerak masyarakat. Tanpa disadari perempuan selalu jadi pemandu dalam masyarakat, karena menurut masyarakat perempuan selalu dianggap lemah. Di dalam rapat perempuan sering kali tidak diikutsertakan, itu karena perempuan itu hanya mulutnya aja keras, sehingga sering menganggu rapat. Untuk sekarang sangat sedikit peluang untuk perempuan menjadi pemimpin.
Pada minggu ke-8 tenatang praktek memfasilitasi. Tanpa disadari ternyata tidak sedikit perempuan yang bisa menjadi pemimpin, kenapa? Karena setelah adanya SPAR, bahwa seorang perempuan tidak akan terjadi lagi penomorduaan, asalkan ucapan/perkataan mereka itu bisa dipahami dan dimengerti oleh masyarakat dan berbuat adil. Untuk memfalitasi ini sebelumnya memang saya rasakan cemas, bahkan was-was, tapi setelah mempraktekkannya, ternyata sangat menyenangkan. Di sinilah timbul keberanian untuk bicara, sampai saya tidak takut lagi menjawab pertanyaan dari fasilitator/tidak cemas lagi, karena takut salah. (Kartini)