lp2m.or.id, Padang – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, KDRT, kekerasan seksual, dan perkawinan anak masih marak terjadi di daerah, namun penanganannya belum optimal karena lemahnya kebijakan responsif dan minimnya integrasi lintas sektor serta perspektif GEDSI. Penyandang disabilitas juga menghadapi hambatan sistemik akibat belum hadirnya pendekatan interseksional dalam pembangunan. Di sisi lain, Feminis Birokrat memiliki peran strategis dalam mendorong perubahan dari dalam sistem. Untuk itu, peningkatan kapasitas ini penting guna menguatkan pengarusutamaan GEDSI dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Feminis Birokrat terhadap prinsip GEDSI dan isu-isu kekerasan serta disabilitas, mendorong analisis kebijakan yang responsif gender dan inklusif disabilitas di lingkungan OPD, memperkuat kolaborasi lintas OPD dalam perlindungan kelompok rentan, serta merancang strategi advokasi dalam perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan daerah.
Hasil Kegiatan
- Peningkatan Pemahaman Peserta terhadap Prinsip GEDSI dan Isu-isu Terkait
Seluruh peserta yang terdiri dari perwakilan OPD, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, telah memahami:
- Konsep dasar GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial).
- Keterkaitan prinsip GEDSI dengan isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, KDRT, kekerasan seksual, serta perkawinan anak.
- Pentingnya perspektif interseksional dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah.
- Analisis Awal terhadap Kebijakan dan Program OPD
Melalui diskusi kelompok dan lembar kerja GAP (Gender Analysis Pathway), peserta:
- Mengidentifikasi sejumlah celah dalam kebijakan dan program kerja OPD yang belum sensitif gender dan inklusi disabilitas.
- Menemukan tantangan berupa minimnya data terpilah, kurangnya pelibatan kelompok rentan dalam perencanaan, serta lemahnya koordinasi lintas sektor.
- Penyusunan Rencana Aksi Intervensi GEDSI
Setiap kelompok perwakilan OPD menyusun rencana aksi intervensi berbasis GEDSI yang meliputi:
- Penguatan sistem data dan informasi terpilah (jenis kelamin, usia, disabilitas).
- Revisi program atau kegiatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan.
- Penyusunan indikator kinerja yang mencerminkan keberpihakan pada pencegahan KtP/KtA, kekerasan berbasis gender, dan partisipasi penyandang disabilitas.
- Penjadwalan pertemuan lintas OPD untuk menyelaraskan indikator dan strategi implementasi.
- Terbentuknya Jejaring FEMOKRAT Lintas OPD
Kegiatan ini berhasil membentuk wadah komunikasi dan kolaborasi antar feminis birokrat lintas OPD, dengan kesepakatan:
- Menjalin komunikasi rutin melalui grup kerja daring dan pertemuan triwulan.
- Menyepakati agenda bersama dalam mendorong pengarusutamaan GEDSI dalam dokumen perencanaan dan penganggaran tahun berjalan dan tahun berikutnya.
- Menyusun policy brief bersama untuk mendukung advokasi kepada pengambil kebijakan.
- Komitmen Tindak Lanjut
Sebagai bentuk komitmen tindak lanjut, peserta menyepakati:
-
- Mengintegrasikan hasil analisis dan rencana aksi ke dalam dokumen perencanaan OPD (RKPD, Renja, dan RKA).
- Mengundang narasumber dari kelompok rentan dalam proses perencanaan partisipatif.
- Mengadakan pelatihan lanjutan untuk penguatan kapasitas GEDSI di internal OPD masing-masing.