lp2m.or.id, Padang-“Akses terhadap layanan aborsi yang legal dan aman sangat penting untuk mencapai hak atas kesehatan.”
Demikianlah pernyataan tegas dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Layanan aborsi komprehensif, menurut WHO, bukan hanya tentang tindakan medis baik melalui pengobatan maupun operasi tetapi juga mencakup informasi yang akurat, layanan pasca-aborsi, serta fasilitas kesehatan yang ramah dan aman bagi perempuan.
Menyambut Hari Aborsi Aman Internasional
Setiap tanggal 28 September, dunia memperingati Hari Aborsi Aman Internasional. Tahun ini, Konsorsium PERMAMPU, yang beranggotakan delapan lembaga penguatan perempuan di Sumatera, menyambut momentum tersebut dengan menggelar diskusi kritis bertema “Otonomi Tubuh, Hati, dan Pikiran Perempuan.”
Diskusi ini digelar secara hybrid pada 24 September, melibatkan 391 peserta dari 30 titik Zoom di 37 kabupaten/kota di delapan provinsi se-Sumatera. Para peserta terdiri dari 369 perempuan akar rumput, 37 perempuan muda, 3 perempuan dengan disabilitas, dan 22 laki-laki.
Aborsi: Antara Stigma dan Realitas
Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing, dalam pembukaannya menekankan bahwa Hari Aborsi Aman perlu dimaknai sebagai pendidikan publik mengenai hak asasi perempuan atas kesehatan reproduksi. Hak ini mencakup kebebasan perempuan untuk menentukan apakah ia ingin hamil, kapan waktu yang tepat untuk hamil, hingga keputusan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan.
Fakta di lapangan yang dihimpun PERMAMPU melalui penelitian menunjukkan betapa banyak perempuan di Sumatera menghadapi kehamilan tidak diinginkan (KTD) baik karena perkawinan usia anak, kehamilan akibat kekerasan seksual, KDRT, kehamilan di usia dini, maupun ketidakpahaman soal perimenopause. Kondisi ini membuat sebagian perempuan akhirnya terpaksa menempuh jalan aborsi tidak aman, dengan risiko kesehatan serius, bahkan kematian.
Suara dari Perempuan Akar Rumput
Diskusi kritis ini membuka banyak fakta penting:
- Masih ditemukan upaya-upaya aborsi tidak aman yang dilakukan sendiri, tanpa pengawasan tenaga medis dan dengan cara sembunyi-sembuyi. Hal ini beresiko pada kesehatan reproduksi Perempuan seperti pendarahan, infeksi, kehamilan beresiko dan kematian Perempuan yang biasanya tidak tercatat penyebab kematian dengan jelas.
- Upaya-upaya aborsi tidak aman ini juga terjadi tidak hanya pada Perempuan yang belum menikah dan korban perkosaan, juga perempuan dalam hubungan perkawinan karena kegagalan kontrasepsi, tidak siap hamil karena KDRT, jarak anak terlalu dekat, dan ketidaktahuan .
- Perkawinan yang dipaksakan sering menjadi solusi yang banyak ditawarkan untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan yang belum menikah dan korban perkosaan di perdesaan sserta di daerah 3 T dengan cara menikahkan pada pelaku maupun orang yang tidak dikenal; bahkan seakan ‘dilelang’ (ditawarkan kepada laki-laki yang mau membayar meski dengan mahar rendah). Padahal alternatif solusi ini semakin menimbulkan masalah dan diskriminasi baru pada perempuan dan mendekatkan perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan <19 tahun dan anak yang lahir tanpa diinginkan terabaikan haknya, lingkaran Kemiskinan, maupun pembuangan bayi.
- Minimnya akses informasi, penyadaran kritis mengenai tubuh & HKSR di keluarga, sekolah dan masyarakat serta terbatasnya akses terhadap kontrasepsi menjadi penyebab kehamilan yang tidak diinginkan
Atas temuan dan refleksi ini, Konsorsium PERMAMPU menegaskan sikapnya:
-
Aborsi aman adalah hak asasi perempuan yang wajib dipenuhi negara.
-
Negara perlu memastikan aborsi aman mudah diakses oleh semua perempuan, terutama yang berada di kelompok marginal.
-
Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Reproduksi perlu direvisi agar layanan aborsi aman bisa lebih dekat dengan masyarakat, dilakukan secara profesional, dan tidak berbelit birokrasi.
-
Stigma harus diubah. Perempuan yang memilih aborsi tidak boleh lagi dipandang sebagai pelaku dosa atau kriminal, melainkan sebagai individu yang menuntut hak atas tubuh dan kesehatan reproduksinya.
Menegaskan Otonomi Tubuh Perempuan
Diskusi kritis ini menjadi pengingat bahwa tubuh perempuan tidak bisa dipisahkan dari hati dan pikirannya. Keputusan terkait kehamilan adalah hak perempuan sepenuhnya. Oleh karena itu, penyediaan layanan aborsi aman harus dilihat sebagai bagian dari pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi, bukan semata-mata persoalan medis atau moral.
Dengan menyuarakan isu ini di momentum Hari Aborsi Aman Internasional, PERMAMPU bersama perempuan akar rumput di Sumatera ingin menegaskan:
Perempuan berhak penuh atas tubuhnya, atas kehidupannya, dan atas masa depannya.
