Tentang “ Sumatera Darurat Kekerasan Seksual, Negara Wajib Berpihak Pada Korban”
Konferensi pers ini dilakukan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil di Sumatera yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Bandar Lampung. Semuanya terhimpun dalam jaringan organisasi masyarakat sipil Sumatera untuk advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Jaringan ini merupakan satu kesatuan yang utuh yang berupaya sungguh-sungguh untuk melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual di Pulau Sumatera. Kami mendesak DPR RI segera untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual kedalam Prolegnas Prioritas dan segera mensahkannya demi perlindungan yang hakiki bagi korban kekerasan seksual yang selama ini terabaikan oleh negara. Situasi ini ditengarai darurat kekerasan seksual tanpa ketiadaan regulasi yang memulihkan korban kekerasan seksual sehingga berdampak pada perkembangan generasi masa depan bangsa.
DARURAT KEKERASAN SEKSUAL DI SUMATERA
No. Provinsi Jumlah Kasus Kekerasan Seksual Sumber Data 2016 2017 2018 2019 2020
1. Sumatera Barat 56 82 65 52 34 WCC Nurani Perempuan
2. Jambi 19 7 18 12 8 APM Jambi
3. Bengkulu 21 26 23 16 25 Cahaya Perempuan WCCPUPA Bengkulu
4. Sumatera Selatan 126 112 106 93 57 WCC Palembang
5. Sumatera Utara 42 70 64 75 61 PESADA SumutAliansi Sumut BersatuPusaka HapsariLBH Apik Medan
6. Provinsi Aceh – 81 27 72 17 LBH APIK AcehFlower Aceh
7. Bandar Lampung – – – 40 45 LBH Bandar Lampung
8. Riau – 2 5 7 7 LBH Pekanbaru
TOTAL KESELURUHAN 264 378 308 367 254
GabunganPersentase Kasus Kekerasan Seksual Sumatera dengan Kasus Kekerasan Seksual di IndonesiaTahun Total Kasus Sumatera Yang Tercatat Total Kasus Yang Dilaporkan Se Indonesia (didapatkan dari media) Persentase:
2016: 264 3.935 6,7 %
2017: 378 2.979 12,68 %
2018: 308 5.520 5,6 %
2019: 367 1.942 18,9 %
2020: 254 4.833 5,25% (hingga 18 Agustus 2020)
Dalam penanganan korban kekerasan seksual, kami sebagai pendamping mendapatkan tantangan dan hambatan berupa :
1.Victim Blaming (menyalahkan korban kekerasan seksual) yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum, pemerintah dan masyarakat luas. Akibatnya terjadi reviktimisasi terhadap korban (korban kembali menjadi korban) seperti di berhentikan dari sekolah, diberhentikan dari tempat kerja, diberikan sanksi adat, penghinaan bahkan stereotip merendahkan dari masyarakat dan sebagainya. Sehingga semakin mempersulit pemulihan dan keberlangsungan hidup korban dikemudian hari;
2.Proses penegakan hukum yang tidak memprioritaskan kepentingan terbaik bagi korban kekerasan seksual. Proses penegakan hukum yang terjadi acapkali dibarengi dengan tindakan merendahkan korban dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan. Alhasil korban kembali trauma dan terganggu psikologisnya. Proses penegakan hukum merupakan salah satu cara pemulihan korban kedepan jika dilakukan dengan baik karena merasa mendapat dukungan yang kuat atas kekerasan seksual yang terjadi pada diri korban. Namun hingga saat ini masih jauh dari harapan karena ketiadaan regulasi yang ideal untuk melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual;
3.Impunitas (tidak diminta pertanggungjawaban hukum oleh negara) masih sering terjadi terhadap pelaku kekerasan seksual. Sehingga pelaku tidak mendapat ganjaran yang setimpal atas kekerasan seksual yang dilakukannya. Impunitas biasanya terjadi dikarenakan ketiadaan hukum yang mengatur, seperti kasus-kasus kekerasan seksual terhadap korban yang telah berumur dewasa, kasus menimpa penyandang disabilitas, kasus dengan konflik kepentingan yang tinggi dan berbagai alasan lainnya. Permasalahan impunitas terhadap pelaku lebih didominasi ketiadaan hukum yang mengatur misalnya saja seperti eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, pelecehan seksual dan sebagainya hingga pelaku bebas mencari mangsa-mangsa baru;
4.Minimnya pemulihan terhadap korban. Dalam penanganan kasus kekerasan seksual, negara hanya sibuk memenjarakan pelaku namun abai terhadap pemulihan korban. Akibatnya banyak korban kekerasan seksual yang berada dalam lingkaran setan kekerasan seksual, terlibat prostitusi, gangguan psikologis hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Situasi ini diperparah dengan ketiadaan regulasi untuk memulihkan korban hingga saat ini.
Berdasarkan pemaparan diatas, saat ini kondisi ruang aman dari kekerasan seksual terancam oleh predator kekerasan seksual. Situasi darurat kekerasan seksual ini mesti segera disikapi serius oleh negara. Salah satunya dengan melahirkan regulasi yang melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual di Indonesia yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Oleh karenanya, kami menuntut DPR RI untuk memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi prolegnas prioritas yang akan disidangkan pada 9 Oktober 2010. Selanjutnya kami mendesak Pemerintah dan DPR RI sesegera mungkin mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Bagi kami, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah penyelamat korban kekerasan dan penyelamat bagi nasib anak bangsa kedepan. Hidup Korban, Saatnya Negara Peduli Korban!!!!
Silahkan konfirmasi pada Rahmi Meri Yenti (Nurani Perempuan Sumbar : 082386850600), Rita Ramadhani (Embun Pelangi Kepri , Sri Rahayu (Hapsari Sumut:082366494252), Aljimah (APM Jambi:082282893106), Desi Amelia (LBH Banda Aceh:085277460686), Eliyati (LBH APIK Aceh: 085270910051) dan Susi Hadayani (PUPA Bengkulu: 081373845705)
Hormat Kami WCC Nurani Perempuan Sumbar, Cahaya Perempuan WCC Bengkulu,WCC Palembang,LBH Apik Aceh,LBH Apik Medan,LBH Banda Aceh,LBH Medan, LBH Pekanbaru, LBH Palembang,LBH Bandar Lampung, LBH Padang, HAPSARI Sumut, Aliansi Sumut Bersatu (ASB), LP2M -Sumbar, APM Jambi, SDG’s Center Universitas Bengkulu, Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA)-Sumut, Flower Aceh, Damar Lampung, APUK Sumbar, KPI Wil. Sumbar,PKBI Sumbar, PBT Sumbar, Yayasan PUPA Bengkulu, P2H2P Bangka Belitung, FKKADK Riau, PPSW Sumatera, Perkumpulan Mitra Masyarakat Inklusif Bengkulu, Yayasan FADMA Raflesia Bengkulu, Yayasan PUSAKA Indonesia Medan, HWDI Sumbar, HWDI Kota Padang, HWDI Bengkulu, HWDI Jambi, HWDI Riau, HWDI Medan, HWDI Sumatera Utara, JPBB Bengkulu, SPI Labuan Batu, RPuk Aceh, OPSI Sumbar, OPSI Riau, KPI Bengkulu, Yayasan Embun Pelangi